ROMANTIKA HABIBIE DAN AINUN | CINTA TAK MENGENAL BATAS APAPUN



B.J. Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo, sedangkan ibunya dari etnis Jawa.

Alwi Abdul Jalil Habibie (Ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan) di Gorontalo. Sementara itu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo (Ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Jogjakarta, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.

Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang pemuka agama, anggota majelis peradilan agama serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor pada saat itu. Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi. Sewaktu kecil, Habibie pernah berkunjung ke Gorontalo untuk mengikuti proses khitanan dan upacara adat yang dilakukan sesuai syariat islam dan adat istiadat Gorontalo.

Ainun Habibie (istri B.J Habibie)  atau nama aslinya Hasri Ainun Besari adalah nama dari bahasa Arab yang berarti seorang anak yang memiliki mata yang indah. Ainun merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dari orang tua bernama H.Mohammad Besari. Ia dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 11 Agustus 1937.

Keluarga Ainun adalah keluarga yang mencintai pendidikan. Salah satu orang yang paling penting dalam mendorongnya untuk rajin belajar adalah ibunya. Ibu dari Ainun Habibie merupakan tokoh penting di balik kesuksesan putrinya dalam pendidikan.

Hasri Ainun Besari adalah anak keempat dari delapan bersaudara putra dari H.Mohammad Besari, Arti dari nama Hasri Ainun berarti "Mata yang Indah". Ia kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan memperoleh gelar Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1961.

Pernikahan

Pada awalnya, kisah cinta antara Habibie dan Ainun bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Namun, keduanya baru saling memperhatikan ketika sama-sama bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat.[23] Komunikasi mereka akhirnya terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman, sementara Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel Preanger. Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga[24]. Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun akhirnya memilih opsi yang kedua. Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.

Kesetiaan Ainun Dampingi BJ Habibie

Sebagaimana biduk rumah tangga, perjalanan Habibie-Ainun tidak selalu berjalan mulus. Cobaan dan tantangan dalam hubungan rumah tangga silih berganti. Apalagi saat BJ Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak 1978 dan diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia saat krisis moneter tahun 1998.

Namun, hal yang paling berat adalah masa ketika Ainun dinyatakan menderita kanker ovarium pada 2010. Istri Habibie tersebut sempat menjalani perawatan eksklusif di Jerman. Saat itu, Habibie pun selalu mendampingi sang istri, meskipun akhirnya pada Mei 2010, Ainun mengembuskan napas terakhirnya.

Sepeninggalan Ainun, Habibie sempat bertingkah layaknya bocah. Mengutip situs resmi Gramedia, dia menangis dan berteriak mencari-cari Ainun. Dia bahkan berjalan tanpa sepatu dan hanya mengenakan baju tidur.

Kala itu, tim dokter menyarankan agar Habibie rutin menulis catatan pribadi. Dari deadline yang ditentukan selama tiga bulan, catatan itu diselesaikan Habibie lebih cepat, dua bulan saja.
Usai berkutat dengan catatan pribadinya, kondisi Habibie pun kian membaik. Perlahan, dia ikhlas melepas kepergian Ainun.

Hari-hari dilewati Habibie dengan beragam kegiatan. Kunjungan ke berbagai kota, menerima tamu di kediaman pribadinya, hingga diundang sebagai pembicara dalam beberapa kesempatan. Satu hal yang nyaris tak pernah dia lewatkan: mengunjungi makam sang istri.
Mengutip berbagai sumber, Habibie punya jadwal rutin mengunjungi makam sang istri. Sekali dalam sepekan, Habibie pasti 'menengok' sang istri dan berdoa di dekatnya hampir berjam-jam beliau betah disana. Bunga di makam sang istri pun selalu diperbaharui dua kali dalam sepekan. Tak heran jika selalu ada bunga segar di sana.

Cinta dan Puisi Habibie untuk Ainun

Berikut sebuah kutipan puisi dari Habibie untuk Ainun:

1. "Kita tetap manunggal, menyatu dan tak berbeda sepanjang masa
Ragamu di Taman Pahlawan bersama para Pahlawan Bangsa lainnya
Jiwa, roh, batin dan nuranimu telah menyatu denganku.
Di mana ada Ainun ada Habibie, di mana ada Habibie ada Ainun
Tetap manunggal dan menyatu tak terpisahkan lagi sepanjang masa
Titipan Allah bibit cinta Ilahi pada tiap insan kehidupan di mana pun
Sesuai keinginan, kemampuan, kekuatan dan kehendak-Mu Allah.
Kami siram dengan kasih sayang, cinta, iman, taqwa dan budaya kami
Yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi sepanjang masa.
Allah, lindungi kami dari godaan, gangguan mencemari cinta kami
Perekat kami menyatu, menunggal jiwa, roh, batin dan nurani kami.
Di manapun dalam keadaan apapun kami tetap tak terpisahkan lagi
Seribu hari, seribu tahun, seribu juta tahun.... sampai akhirat!"

2. Seribu
Sudah Seribu hari Ainun pindah ke dimensi dan keadaan berbeda. Lingkunganmu, kemampuanmu, dan kebutuhanmu pula berbeda. Karena cinta murni, suci, sejati, sempurna dan abadi tak berbeda. Kita tetap manunggal, menyatu dan tak berbeda sepanjang masa.
Ragamu di Taman Pahlawan bersama Pahlawan bangsa lainnya. Jiwa, roh, bathin dan nuranimu menyatu denganku. Di mana ada Ainun ada Habibie, di mana ada Habibie ada Ainun. Tetap manunggal dan menyatu tak terpisahkan lagi sepanjang masa.

"Titipan Allah bibit cinta Ilahi pada tiap insan kehidupan di mana pun. Sesuai keinginan, kemampuan, kekuatan dan kehendak-Mu Allah. Kami siram dengan kasih sayang, cinta, iman, taqwa dan budaya Kami, Yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi sepanjang masa.
Allah, lindungi kami dari godaan, gangguan mencemari cinta kami. Perekat kami menyatu, manunggal jiwa, roh, bathin dan nurani kami. Di mana pun, dalam keadaan apa pun kami tetap tak terpisahkan lagi.

Seribu hari, seribu tahun, seribu juta tahun ........... sampai akhirat !

Bacharuddin Jusuf Habibie
Jakarta, 15 Februari 2013

Semasa hidup, Habibie juga kerap kali mengutarakan kalimat-kalimat cinta yang ditujukan kepada Ainun. Seolah tak pernah pudar, berikut kalimat cinta BJ Habibie untuk Ainun dikutip dari berbagai sumber.


1. Dua Raga, Satu Jiwa
Rasa cinta Habibie kepada Ainun nampaknya begitu besar. Dirinya bahkan pernah mengatakan bahwa meski keduanya adalah dua raga yang berbeda tapi keduanya adalah satu jiwa.

Hal ini terlihat dalam kutipan yang pernah diucapkannya yaitu, "Antara saya dan Ainun adalah dua raga dalam satu jiwa."

2. Walau raga telah terpisah oleh kematian, namun cinta sejati tetap tersimpan abadi di relung hati
Habibie merasa sangat terpukul ketika sang istri meninggal dunia pada 2010 lalu. Meski begitu dirinya tetap yakin bahwa hanya raga mereka yang terpisah, sedangkan cinta tetap tersimpan di relung hati.

3. Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan calon bidadari surgaku
Meski terpisah oleh maut, Habibie tetap yakin bahwa dirinya dan Ainun akan bertemu kembali karena Ainun adalah sang bidadari surga baginya.

4. Kesetiaan berarti ketulusan untuk menyimpan satu hati di dalam hati dan berjanji untuk tidak akan mengkhianati
Habibie mengajarkan arti kesetiaan bagi banyak orang lewat kalimat di atas. Baginya kesetiaan adalah ketulusan untuk menyimpan hanya satu hati dan berjanji tidak akan mengkhianatinya.

5. Tanpa cinta kecerdasan itu berbahaya dan tanpa kecerdasan cinta itu tidak cukup
Baginya cinta dan kecerdasan harus saling melengkapi, karena tanpa cinta kecerdasan bisa berbahaya sedangkan tanpa kecerdasan cinta saja tak cukup.

Kini, Habibie tak akan lagi mengunjungi makam Ainun. Habibie meninggal dunia pada Rabu 11 September 2019. Setelah sembilan tahun terpisah, Habibie akan kembali 'bersua' dengan sang istri tercinta dalam keabadian. Bak Romeo dan Juliet, Habibie dan Ainun juga tak akan lagi terpisahkan.

Selamat jalan Eyang...
Semoga khusnul khotimah dan ditempatkan di tempat terbaik di sisiNya...

Komentar