NOVEL ONLINE SATU DEKADE Episode 6


Bimbang

Masih kuingat dengan jelas nada suaranya yang pelan, setiap kata yang terucap terasa pedih seolah menusuk relung hati, aku berharap apa yang dia katakan sebelumnya hanyalah sebuah mimpi, dan aku ingin segera bangun dari mimpi ini. Kupikir, aku akan tegar menghadapi situasi ini dan tak goyah bagaimanapun caranya, nyatanya apa yang dia katakan mampu membuatku terombang-ambing nyaris tumbang, cukup dengan beberapa detik dan hanya butuh beberapa kata, rasa yang terpendam bertahun-tahun hancur dalam sekejap, kenangan yang kubangun tinggal cerita yang putus tak berujung.

" Mas, ada yang ingin melamarku... "

Ya, hanya beberapa kata, namun mampu membabat habis benih asmara yang mulai tumbuh dan berharap mekar. Laki-laki itu merupakan seorang sarjana ekonomi, terpaut sekitar tujuh tahun lebih tua, yang berarti selisih enam tahun lebih tua dariku, memang usia yang sudah matang untuk menikah. Dia juga sempat mengirimiku foto laki-laki tersebut, dia bingung harus bagaimana, ada beberapa hal yang membuatnya bimbang, selain dia masih ingin menyelesaikan kuliah dulu, dia juga tidak tahu apa dia harus menerima atau tidak, kalaupun tidak, apa alasan yang tepat untuk menolak niat laki-laki itu untuk melamar jika iya, bagaimana denganku, dia takut aku sakit hati. Dia tidak mengenal laki-laki itu, dia baru tahu karena ada salah satu temannya yang memperkenalkan dan langsung ingin melamarnya.

Aku tersentak, apakah aku seorang pengecut, karena aku lebih lama mengenalnya namun tak punya cukup keberanian untuk melamar. Sebenarnya bukannya aku tak punya keberanian, aku punya pertimbangan untuk tidak mendekatinya ataupun melamarnya dalam waktu dekat, aku masih ingin mengejar impianku, aku hanya tak ingin hadirnya hanya akan menjadi batu sandungan bagiku, begitu juga sebaliknya, dia juga pernah bilang ingin menyelesaikan belajarnya dulu, dan tentu aku tak ingin menjadi penghalang baginya.

Biar bagaimanapun semua keputusan kembali padanya dan keluarganya, apakah akan menerima atau tidak aku tak berhak ikut campur, toh aku juga tak bilang ingin ke jengjang lebih serius sebelumnya, aku sampai pada posisi ini, sedikit banyak juga karena menghormati keinginan ibunya. Bukannya aku mencari-cari alasan, hanya saja memang jika ada seseorang yang lewat di depan pintu rumahmu, kemudian kamu membuka pintu dan mempersilahkan masuk, tentu sungkan jika harus berkata tidak, seolah sombong dan tak menghargai pemilik rumah.

Aku sudah merasa cukup senang dengan beberapa momen indah yang sempat tercipta sebelumnya jadi siap atau tidak siap aku akan menerima apapun keputusan dia dan keluarganya dengan sepenuh hati.

Setelah cukup lama dia bercerita, dan menanyakan keputusanku, aku pun dengan setengah hati menjawab, 
" Niat dia mendekatimu adalah untuk beribadah, jadi pertimbangkanlah dengan baik, menikah bukan hanya untuk satu atau dua hari, tapi seumur hidup. Jadi mintalah pendapat keluargamu, terutama ibumu, jika memang semua setuju, dan kamu pun tidak keberatan maka terimalah, namun jika sebaliknya, ibumu tidak berkenan dan keluargamu juga belum mengizinkan, maka tolaklah dengan cara yang baik dan sopan, karena dia datang dengan cara yang baik pula ". 

" Maafkan aku mas, aku tak berniat menyakiti perasaanmu "

" Tak apa, sebelumnya aku sudah bilang, aku tak akan mengekangmu dengan ikatan apapun untuk saat ini, jadi kamu tidak salah... "

Aku pun menutup teleponku sesaat setelah beberapa perbincangan ringan dan saling mendoakan, semoga ini akan menjadi pilihan yang terbaik untuk kami, apapun keputusannya..

Cerita masih panjang dan aku masih memendam rasa...





Komentar