NOVEL ONLINE SATU DEKADE Episode 5



Terbuka

Kami mulai terbuka satu sama lain, banyak berkomunikasi baik melalui pesan singkat ataupun melalui telepon. Mendengar suaranya sedikit mengobati kerinduan dan menambah kekuatan tersendiri bagiku,  apalagi dia beberapa kali tertawa mendengar guyonan recehku yang sebenarnya tak begitu lucu sih, namun bukan gombalan ala-ala anak jaman sekarang. Dia bicara banyak hal, cerita tentang kuliahnya, kegiatannya, suasana rumah, juga tentang gemesnya dia pada adik perempuannya. Sangat berbeda ketika hanya lewat pesan singkat, dia seperti cuek dan membalas pesan sekenanya saja, setelah ku tanyakan kenapa kog berbeda sekali ketika di chatting, dia menjawab alasannya adalah dia tidak begitu telaten mengetik, jadi membalas pesan hanya sekenanya saja, lebih suka mengobrol langsung katanya.

Sesekali dia meminta pendapatku tentang beberapa persoalan yang dia hadapi, entah tentang kuliahnya, kehidupan pribadinya, tentang keluarganya, hingga beberapa hal kecil yang dia hadapi sehari-hari. Katanya, dia suka dengan caraku memberi solusi, sebelumnya dia tidak begitu peduli pendapat orang lain, bahkan sering menolak jika apa yang dia lakukan dikomentari atau dievaluasi, namun tidak padaku, katanya aku punya cara unik ketika memberi solusi, sesuatu yang berbeda yang tidak ditemukan pada kebanyakan orang. Ini adalah pendapat dia sampaikan, dan menurutku aku tak sebaik yang dia katakan, walaupun memang kita tidak bisa menilai secara objektif diri kita sendiri, dan penilaian orang lain kadang lebih akurat.

Dia juga sempat bercerita, sebelum almarhum ayahnya meninggal sempat ada laki-laki yang datang dan meminta izin kepada ayahnya untuk menjalin hubungan lebih serius atau istilah jawanya " nembung " tapi ayahnya tidak mengizinkan, dengan alasan rumahnya terlalu jauh, bukan hanya beda kota, tapi juga beda provinsi. Lambat laun dia semakin terbuka tentang dirinya, hal ini membuatku sedikit senang karena hadirku bukan lagi orang asing baginya. Walaupun sebenarnya masih ada suatu hal yang mengganjal di hatiku tentang pesan ibunya.

Di suatu kesempatan aku menyinggung tentang keinginan ibunya, yang pernah dia katakan sebelumnya, aku memberanikan diri bertanya dalam perbicangan melalui telepon,

" Apa kamu yakin dengan diriku? ",

Dia hanya diam, entah karena alasan apa aku tidak tahu. Dia terdengar menghela nafas.

Aku melanjutkan kalimatku " Aku tak menjamin dalam satu atau dua tahun lagi siap untuk menikahimu, aku tak punya kepastian waktu, yang jelas dalam satu atau dua tahun lagi aku belum siap, tapi kalau ditanya serius atau tidak, tentu aku serius dan menaruh hormat lebih pada keinginan Ibumu "

Dia menjawab dengan nada pelan,
" Tak apa, aku juga masih ingin menyelesaikan belajarku, kemudian bekerja dan membantu ekonomi ibuku, tak masalah satu dua tahun lagi, lagian usiaku juga baru menginjak dua puluh tahun ".

" Aku tak mau mengikatmu dengan ikatan apapun untuk saat ini, karena kedekatan kita ini bukan sebuah ikatan, kalaupun ada yang datang menemui keluargamu sebelum aku, bisa kamu pertimbangkan, terimalah jika dia layak dan cocok menurutmu ", ucapku sambil menahan nafas yang entah kenapa sedikit terasa lebih berat.

Aku berusaha setenang mungkin menghadapi situasi ini, tak mau hanya karena nafsuku, aku mengekangnya dalam penantian panjang tanpa kepastian, biarlah aku menelan sedikit pahit kalau memang ternyata akan ada yang lebih baik untuknya. Tak peduli akan sesakit apa rasanya, yang terpenting dia bisa bahagia. Apakah aku bodoh.? Setelah bertahun-tahun aku diam-diam memendam perasaan tanpa sanggup mengungkapkan, justru ketika kesempatan itu datang dan terbuka dengan luas aku justru menutup jalanku sendiri, apakah aku egois karena menganggap benar pendapatku sendiri tanpa mendengar pendapatnya dulu.?

Aku tidak tahu pasti, apakah dia benar-benar akan sanggup menungguku seperti perkataanya, atau akan ada seseorang yang datang mengetuk hatinya kemudian dia membuka pintu dan mempersilahkan masuk.

Setelah pembicaraan itu, kami justru agak saling diam, jarang berkomunikasi lagi, sama seperti sebelumnya terkesan menjaga jarak dan hanya sesekali basa basi saling mengomentari status yang dibagikan.

Hingga tiba-tiba setelah beberapa bulan bertahan dengan saling menjaga jarak, dia menghubungiku dan berkata dengan nada pelan, dan terdengar kebingungan.

" Mas, ada yang ingin melamarku ....."





Komentar